Kamis, 21 Oktober 2010

Bekal bagi calon haji

"(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh "rafats", berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji..." (QS. Al Baqarah : 197)

Minat umat Islam di Indonesia untuk menunaikan ibadah haji meningkat luar biasa. Setiap tahun barisan yang menunggu giliran berangkat (waiting list) semakin panjang. Hal itu dirasakan di daerah ini (Sumatera Selatan). Quota untuk SumSel hanya 6500 orang. Tapi yang mendaftar setiap tahun dua kali lipat dari quota. Yang mendaftar tahun 2009, baru bisa berangkat tahun 2015. Alhamdulillah, tahun ini jamaah calon haji (JCH) Sumsel yang berangkat berjumlah 61356 orang. Insya Allah, keberangkatan di mulai 11 Oktober 2010 dari embarkasi Palembang bersama JCH dari Bangka Belitung (Babel).

Setiap kali melakukan perjalanan tentu perlu menyiapkan bekal baik fisik maupun mental. Demikian pula jika kita pergi menunaikan ibadah haji. Apalagi tempatnya jauh dan suasana selama kita berada di tanah suci jauh berbeda dengan suasana di tanah air terutama iklimnya. Bagi seorang JCH diperlukan berbagai persiapan dan bekal selama di tanah suci. Karena ibadah yang satu ini banyak menggunakan fisik, maka setiap jemaah perlu menjaga dan memelihara kesehatan fisiknya. Sebelum berangkat selalulah berkonsultasi dengan dokter jika kita mungkin mengidap suatu penyakit agar saat kita berangkat, kesehatan kita betul-betul dalam kondisi prima.

Selain mempersiapkan bekal fisik, juga tak kalah pentingnya bekal mental spiritual. Sebelum berangkat bekal utama adalah niat. Kunci diterimanya suatu ibadah oleh Allah SWT tergantung pada niat. "Sesungguhnya setiap amal itu dengan niat." (Al Hadits). Berangkat menunaikan ibadah haji harus dengan niat yang lurus yakni karena Allah semata, tidak karena yang lain. Bukan untuk legitimasi diri atau segan dengan tetangga, teman sekantor atau kebanggaan agar dipanggil orang dengan gelaran haji.

Setelah niat kita lurus, maka bekal berikutnya adalah hati yang suci. Sebelum berangkat sucikanlah hati. Kalau rasanya kita berdosa kepada Allah SWT, maka bertobatlah dengan taubatan nasuha yakni menyesali perbuatan jelek kita dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Kemudian sucikan hati dengan masyarakat, tetangga, orang tua, sahabat dan lainnya. Bermaaf-maafanlah sebelum berangkat. Hilangkan segala perasaan yang tidak baik sepeti dendam, iri, dengki, angkuh dan sombong. Pendek kata, karena kita mau pergi ke tanah suci dan jadi tamu Allah (dhuyuu furrahman), sucikan pulalah hati kita.

Bekal utama berikutnya adalah ilmu manasik haji agar benar-benar dipahami. Tentu sebagian jamaah kita telah mengikuti bimbingan manasik haji di beberapa KBIH (Kelompok Bimbingan Ibadah Haji). Amalkanlah ilmu yang sudah di dapat selama bimbingan itu. Di tanah suci para JCH kita akan menemui beragam orang dari seluruh dunia. Dalam beribadah mereka juga beragam cara. Bagi JCH kita tak usah ikut-ikutan. Beribadahlah sebagaimana yang telah diajarkan para pembimbing selama dalam bimbingan manasik haji di tanah air.

Para jemaah juga akan menyaksikan orang-orang yang berbuat menjurus ke syirik. Misalnya, mengelus-elus Ka'bah dengan kain syal. Lalu kain itu disapukan ketubuhnya. Ada yang meratap di dinding Ka'bah. Ada pula yang berebut, saling sikut agar dapat mencium Hajarul Aswad sehingga ada yang terluka, keseleo dan kehilangan barang berharga. Padahal mencium Hajarul Aswad itu hukumnya sunnat. Bahkan ada yang sampai menggunting Kiswah (Kain pembungkus Ka'bah) yang konon mau dijadikan jimat dan lain sebagainya.

Hindarilah segala perbuatan yang berbau bid'ah atau ibadah-ibadah yang tidak ada tuntunannya dari Rasulullah SAW. Demikianlah beberapa hal yang menjadi bekal utama para JCH. Kesemuanya ini merupakan ciri orang-orang yang bertakwa. Jadi bekal utama seorang JCH adalah takwa sebagaimana firman-Nya : "Berbekallah, maka sebaik-baik bekal adalah takwa." (QS. Al Baqarah : 197). Ciri utama orang yang bertakwa adalah melaksanakan segala perintah-Nya. Selamat jalan para tamu Allah, semoga mendapat Haji Mabrur. Amin.


Penulis : HM. Syair.
Dikutip dari : Buletin Cahaya, Nomor 39 Tahun Ke-14 29 Syawal 1431 H / 8 Oktobe 2010 M.
Diterbitkan oleh : Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Selatan (PWM SumSel).
Selengkapnya...

Zakat Fitrah

"Dari Ibnu Abbas yang diredhai Allah, dia berkata; Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat fitrah berguna membersihkan nilai shiyam (puasa) dari kata omong kosong dan keji serta untuk makanan orang miskin, maka barangsiapa yang menunaikannya sebelum shalat Idul Fitri maka zakatnya diterima dan barangsiapa yang menunaikannya sesudah shalat id maka dia akan menjadi salah satu dari bentuk sadaqah." (HR. Ibnu Majah - hadits hasan).


Dikutip dari : Buletin Cahaya, Nomor 35 Tahun Ke-14 24 Ramadhan 1431 H / 3 September 2010 M.
Diterbitkan oleh : Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Selatan (PWM SumSel). Selengkapnya...

Tiga pilar penentu keridhaan Allah

Dalam mengarungi kehidupan di dunia yang fana ini, berbagai macam kegiatan dilakukan manusia baik untuk memenuhi kebutuhan jasmani maupun kehidupan ruhaniahnya, dan ibadah yang dilaksanakan sebagai suatu kewajiban pokok secara rutin, dengan harapan akan mendapat keridhaan dari Allah.

Keridhaan Allah atas ibadah yang kita kerjakan sangat ditentukan oleh tiga pilar utama ibadah yang benar. Pilar pertama : Al Hubb artinya cinta, bahwa semestinya ibadah yang dikerjakan karena rasa cinta seorang hamba terhadap pencipta dan pemberi berbagai macam rahmat dalam kehidupannya, orang beriman sangat cinta kepada Allah, kalau seorang itu cinta kepada Allah, Allah akan mencintainya sehingga tercipta apa yang difirmankan-Nya dalam surat Al Maidah ayat 54 : "Dia (Allah) mencintai mereka dan mereka mencintainya" kecintaan akan menimbulkan kepatuhan kepada yang dicintai, dan kepatuhan kepada Allah menuntut kita ber I'tiba' mengikuti sunnah Rasul sebagaimana firman-Nya : "Katakanlah : Jika kamu mencintai Allah maka hendaklah kamu beri'tiha' kepadaku, niscaya Allah akan mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. 3 : 31) ibadah yang dikerjakan dengan rasa cinta yang mendalam akan terasa membahagiakan dan tidak memberatkan, bahkan bisa mengasyikkan, Ibnu Taimiah mengatakan orang bila bersama dengan yang dicintainya akan merasa asyik dengan keadaannya.

Pilar kedua : "Raja'a" artinya pengharapan, mengerjakan sesuatu karena ada yang diharapkan, harapan itu akan mempengaruhi motivasi orang yang mengerjakannya, setiap ibadah yang disyari'atkan dalam Islam memberikan kepada yang melakukannya harapan-harapan positif, baik secara ukhrawi maupun duniawi, umpamanya shaum/puasa yang sedang kita kerjakan banyak sekali harapan yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya, baru saja muncul Ramadhan disambut dengan ungkapan Marhaban selamat datang ya Ramadhan, dia datang membawa berbagai macam keberkahan, bahkan Ramadhan diberi julukan dengan syahrul muibarok bulan yang penuh berkah, keberkahan adalah idaman kita dalam kehidupan ini, sehingga apa yang kita punyai dan kita lalui dalam hidup ini menjadi lebih bermakna, dalam ungkapan lain Rasulullah SAW bersabda : "Ramadhan itu awalnya Rahmat, pertengahannya maghfirah, dan akhirnya terlepas dari api neraka." keadaan yang selalu menjadi dambaan seorang muslim dalam mengarungi kehidupan ini, bahkan dalam hadist lain Rasulullah mengingatkan : "Sesungguhnya Allah mewajibkan kepada kalian shaum (puasa) dan aku mensunnahkan qiyam lail(rangkaian ibadah malam) maka barang siapa yang mengerjakannya dengan dasar iman dan kesadaran/perhitungan, maka dia akan keluar dari dosanya, bagaikan anak yang baru dilahirkan." banyak lagi ungkapan nabi yang memberi harapan dan semangat orang dengan ibadah Ramadhan, bahkan ada satu malam yang nilainya sama dengan seribu bulan beramal yaitu malam Qadar "malam Qadar itu lebih baik dari seribu bulan." (QS. 97 : 3).

Dalam kehidupan duniawi Shiyam/puasa akan memberi harapan menjadi sehat sebagaimana Sabda Rasulullah SAW : "Berpuasalah kamu, kamu akan sehat" dengan berpuasa kamu akan jadi disiplin menata hidup, kamu akan peduli dengan kehidupan orang lain, terutama orang miskin dan tidak mampu. Pernah juga diungkapkan oleh Rasulullah SAW : bulan Ramadhan akan ditambahkan rezeki orang beriman, janji dan ungkapan Allah dan Rasul-Nya tetang nilai-nilai yang akan didapatkan oleh orang yang berpuasa, akan memberi dorongan, motivasi serta harapan dan semangat orang beriman untuk mengerjakannya, apa lagi ada hadist yang menjelaskan bahwa salah satu pintu surga namanya Ar-Rayyan akan masuk surga dan pintu itu orang-orang yang berpuasa.

Pilar ketiga : Khauf, artinya takut, cemas kalau sekirang amal yang dikerjakan tidak diterima oleh Allah, banyak sekali hadist mengingatkan kita tentang khauf dan kuatir kalau Ramadhan yang begitu istimewa tapi kita tidak mendapatkannya, diantaranya sabda Rasulullah SAW : "Berapa banyak orang yang berpuasa tapi ia tidak mendapatkan apa-apa dan puasanya kecuali hanya sekedar haus dan lapar" dan pada suatu kali Rasulullah SAW tertegun sebentar sebelum naik mimbar, setelah selesai dia berkhutbah ada sahabat yang bertanya kenapa ya Rasulullah? Nabi menjawab, Jibril membisikkan dan menyuruh aku mengaminkan, merugilah orang-orang yang berpuasa Ramadhan sudah lewat tapi dosanya tidak jadi diampunkan Allah, disamping itu kita merasakan dalam keseharian kita ada kekurangan dan ada hal-hal yang sulit terhindarkan, seperti ada yang tidak patut dilihat, terlihat, lalu nafsu menggiringnya untuk melihat, atau terdengar lalu mendengar atau mendengarkan hal-hal yang tidak patut didengar. Sehingga hal ini akan mengurangi nilai puasa. Untung Allah masih memberi kesempatan untuk memperbaikinya dengan membayar zakat fitrah, mudah-mudahan kekurangan-kekurangan itu dapat dihapuskan Allah, maka wajar seorang dalam mengakhiri Ramadhan ini akan timbul perasaan dalam dirinya antara harap dan cemas, kondisi seperti ini seyogyanya menjadi sikap seseorang dalam beribadah kepada Allah.


Penulis : H. Nofrizal Nawawi, Lc, Mpd.I.
Dikutip dari : Buletin Cahaya, Nomor 35 Tahun Ke-14 24 Ramadhan 1431 H / 3 September 2010 M.
Diterbitkan oleh : Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Selatan (PWM SumSel).
Selengkapnya...