Senin, 11 Oktober 2010

Dampak positif ibadah puasa

Sesudah sebulan lamanya ummat Islam digodok dalam pusdiklat(pusat pendidikan dan latihan) puasa Ramadhan, maka dengan inayah Allah Yang Maha Pemurah dan Maha Pengasih dapat diharapkan bahwa kaum Muslimin berhasil di tempa dengan tabiat dan watak utama, diantaranya : mempunyai citra dan cita-cita, disiplin, patuh dan taat (loyal), rendah hati (tawadhu'), sabar, penyantun, sehat dan segar, dan lain-lain watak utama, yang merupakan syarat esensial dalam kehidupan untuk mencapai sukses dan kebahagiaan.

Dampaka positif dari ibadah puasa Ramadhan itu menjalin hubungan manusia yang bersifat vertikal (menjulang) dengan Rabbul Jalali, disamping hubungan yang bersifat horizontal (mendatar dan meluas) dengan sesama makhluk, terutama makhluk manusia.

Dengan menghayati nilai-nilai psikologis dan sosiologis yang terkandung dalam ibadah puasa seperti diuraikan di atas, hendaknya kaum Muslimin di seluruh dunia, termasuk Indonesia, harus lebih banyak melakukan mawas diri atau instrospeksi tentang keadaan dan posisi mereka di tengah-tengah percaturan dalam segala bidang kehidupan, baik bidang keagamaan, bidang politik, ekonomi, budaya dan lain-lainnya.

Seperti diungkapkan di atas, Allah SWT telah menjanjikan kedudukan yang baik kepada kaum Muslimin. Kedudukan yang baik dalam arti yang hakiki dan seluas-luasnya, yaitu baik dalam segala bidang kehidupan, di bidang politik, ekonomi dan lain-lainnya, sehingga bukan saja mengenyam kebaikan itu untuk diri mereka sendiri, tetapi juga memberikan kebaikan kepada orang lain, menjadi rahmatan lil-'alamin, menjadi karunia untuk seluruh ummat manusia.

Ada orang yang mengatakan bahwa ummat Islam dewasa ini bukan menjadi orang yang baik dan melimpahkan kebaikan kepada keadaan disekitarnya, tetapi hanya menjadi "orang yang baik-baik", bersikap "baik-baik" ke kiri dan ke kanan, sehingga hilang semangat, kurang mempunyai gairah, tidak kreatif, tidak integratif, bahkan bersikap isolatif, mengucilkan diri sendiri. Tidak kelihatan gerak kebersamaan. Dalam menghadapi tantangan-tantangan yang membawa akibat kelemahan kaum Muslimin, dihadapi sendiri-sendiri, jarang dibicarakan secara bersama-sama, realitasnya terpecah-pecah simpang siur. Padahal Al Quran memperingatkan : "Berpegang teguhlah kepada tali Allah, jangan bercerai-berai." (QS. Ali Imran : 103).

Sebagian ummat Islam sudah merasa puas, bahwa pada waktu ini ukhuwah Islamiyah (persaudaraan Islam) terjaga baik : tidak mempersoalkan lagi apakah shalat-tarawih sebelas raka'at atau duapuluh tiga ra'kaat; tidak mempersalahkan lagi apakah shalat Jum'at memakai satu azan atau dua adzan; tidak memperbincangkan lagi apakah shalat Subuh memakai doa qunut atau tidak, dan bermacam-macam soal khilafah yang di zaman "baheula" senantiasa menimbulkan perpecahan, tafarruq.

Akan tetapi, tafarruq yang didatangkan dari luar dalam bentuk "gazwul-fikri"(pergumulan pemikiran) dan yang seumpamanya, yang mengalihkan perhatian ummat Islam kepada soal-soal yang tidak relevan dengan kepentingan ummat, dibiarkan begitu saja, atau masa bodoh.

Apabila posisi kaum Muslimin pada waktu ini di seluruh dunia pada umumnya belum mencapai kedudukan seperti yang dijanjikan oleh Allah SWT itu, maka bukanlah karena Allah tidak menepati janjinya, sebab Allah SWT tidak pernah menyalahi janji. (3 : 9)

Dinyatakan oleh orang-orang yang beriman dengan penuh keyakinan, bahwa orang-orang yang berjuang mengembangkan ajaran agama, menegakkan kebenaran dan keadilan, mereka itu akan diberikan kedudukan yang mulia dan terhormat, baik di dunia ini maupun di akherat kelak. Di dunia ini kaum pejuang itu akan bertahta di dalam hati rakyat banyak, dicintai oleh ummat pengikutnya, dikenang jasa dan kebaikannya sepanjang zaman. Adapun di akhirat nanti, mereka dinilai sebagai Syuhada' yang mendapat tempat yang tenteram, aman dan damai di sisi Ilahi.


Penulis : HM. Syair.
Dikutip dari : Buletin Cahaya, Nomor 35 Tahun Ke-14 24 Ramadhan 1431 H / 3 September 2010 M.
Diterbitkan oleh : Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Selatan (PWM SumSel).
Selengkapnya...

Ikhlas beramal

"Diriwayatkan dari Abu Hurairah yang diredhai Allah, dia berkata; Rasulullah SAW bersabda : Sesungguhnya Allah tidak memandang kepada bentuk rupa dan harta kamu, akan tetapi Dia melihat kepada hati dan amal perbuatan kamu." (HR. Muslim)


Dikutip dari : Buletin Cahaya, Nomor 36 Tahun Ke-14 08 Syawal 1431 H / 17 September 2010 M.
Diterbitkan oleh : Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Selatan (PWM SumSel). Selengkapnya...

Ibadah dan kepedulian sosial

Pada suatu kali Rasulullah SAW bersabda : "Membuang duri dan rintangan di jalan adalah sadaqah." Suatu ungkapan yang kelihatannya sederhana, tapi mempunyai makna yang mendalam, beliau memberikan suatu gambaran dan keistimewaan ajaran Islam yang menjadi Rahmatan lil'alamin, hanya sekedar menjauhkan rintangan yang ada di jalan menjadi sadaqah, dan sadaqah itu nilainya ganda disamping pahala, juga mempengaruhi kepribadian seseorang baik secara lahir maupun secara nilai spiritual.

Secara lahiriah adalah memperlihatkan kepedulian sosial, sehingga muncul suatu sikap dan rasa mau mengorbankan sebagian harta untuk orang lain, tentu saja ini lebih bermakna lagi di saat sekarang ini, karena memang kondisi krisis ekonomi begitu terasa dampaknya dalam kehidupan sehari-hari dan jumlah kemiskinan di negara tercinta ini masih sangat tinggi, ditambah lagi setelah kenaikan harga bahan makanan pokok. Walaupun pemerintah telah membantu kesulitan masyarakat miskin dengan memberikan bantuan berupa program subsidi, tentu saja hal ini belum cukup. Islam memberikan solusi untuk mengentaskan kemiskinan dengan program sadaqah dan infaq fisabilillah, walaupun sampai saat ini belum terkelola dengan baik dan belum merata, dan di akhir-akhir ini telah banyak bermunculan Lembaga atau Badan Amil Zakat, Infaq dan Sedekah, infak dan sadaqah bisa berbentuk sadaqah sunat yang dibeikan dengan hati yang jujur dan ikhlas kepada yang berhak menerimanya, di saat lain bisa berarti zakat yang harus dikeluarkan kepada orang-orang yang berhak menerimanya, di akhir Ramadhan ada satu bentuk sadaqah yang wajib dikeluarkan oleh setiap ummat Islam besar, kecil, tua muda, laki-laki dan perempuan, termasuk anak yang baru dilahirkan menjelang berakhirnya Ramadhan yaitu zakat fithrah.


Penulis : H. Nofrizal Nawawi, Lc, Mpd.I.
Dikutip dari : Buletin Cahaya, Nomor 36 Tahun Ke-14 08 Syawal 1431 H / 17 September 2010 M.
Diterbitkan oleh : Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Selatan (PWM SumSel).
Selengkapnya...

Aplikasi nilai shiyam ramadhan

"Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta, dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat, dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar(imannya), dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa."(QS. Al Baqarah : 177).

Kita baru saja selesai menghadapi perjuangan yang cukup berat yaitu shaum (puasa) Ramadhan dengan mengendalikan diri dan melawan kehendak hawa nafsu selama bulan suci Ramadhan yang penuh berkah, rahmat dan maghfirah, Rasulullah SAW pernah melukiskan perjuangan melawan kehendak hawa nafsu kepada para sahabatnya, setelah mendapatkan kemenangan dalam perang Badar Kubro, antara lain beliau bersabda : "Kamu baru saja kembali dari jihad ashgar (perang kecil) menuju jihad akbar (perjuang lebih besar)".

Mendengar sabda Rasulullah SAW para sahabatnya merasa heran dan bertanya akan adakah perang yang lebih hebar dari perang ini ya Rasulullah? dia menjawab ada, yaitu perang melawan hawa nafsu, selanjutnya Rasulullah SAW menegaskan : Jihad yang lebih besar lagi mulia adalah perjuangan terhadap diri pribadi dan hawa nafsu. (Maksud hadist riwayat Bukhari Muslim dan Ahmad).

Kalah melawan kehendak hawa nafsu dan tidak bisa mengendalikan diri adalah penyebab utama berbagai macam kasus kejahatan dan kriminal, pencurian, perampokan, pemerkosaan, pelecehan, perzinaan, perselingkuhan semua itu disebabkan oleh dorongan hawa nafsu. Begitu juga berbagai macam kejahatan seperti korupsi, kolusi, manipulasi, spekulasi, aborsi, dan emosi adalah dilatarbelakangi oleh kehendak hawa nafsu yang selalu ingin dipuaskan. Ibadah Shaum Ramadhan dan rangkaian ibadah yang kita perbanyak di bulan Ramadhan adalah gelanggang pertarungan yang sengit dan dahsyat melawan gejolak hawa nafsu dan merupakan pelatihan khusus selama satu bulan penuh dalam rangka membatasi berbagai dorongan hawa nafsu syaithoniah dan badaniah. Berbahagialah kaum muslimin yang telah menunjukkan kemampuan serta ketabahannya dan tekun dalam menunaikan tugas selama bulan suci Ramadhan yang penuh berkah; "Semoga Allah menerima ibadah kita semua."

Perwujudan dari kemenangan yang kita capai dengan gemilang selama bulan suci Ramadhan, mengangkat diri pribadi kita masing-masing kepada tingkatan yang lebih berkualitas dalam segala sesuatu, itulah konsekuensi logis bagi pemenang yang telah menerima kemerdekaan kembali sebagai buah dari shiyam itu sendiri. Seandainya belum demikian, berarti hanya menang dalam menahan lapar dan haus saja, dan tidak lulus dalam perjuangan serta menjadi sia-sia amalnya, jadilah dia orang yang merugi. Bagi orang yang sukses dan berhasil, Insya Allah mereka akan mendapatkan julukan Muttaqin atau orang yang bertakwa. Sebagaimana yang dijanjikan Allah dalam firman-Nya pada surat Al Baqarah ayat 183; "Hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu shiyam sebagaimana yang diwajibkan atas orang-orang sebelu kamu agar kamu bertakwa."

Membentuk pribadi yang bertakwa sebagai sasaran ibadah shiyam itulah adalah tingkatan tertinggi dari kehidupan yang ingin dicapai oleh setiap orang Islam, sebagaimana firman Allah dalam surat Al Hujurat ayat 13; "Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa di antara kamu."

Tanda-tanda dari kepribadian yang muttaqin diantaranya diungkapkan Allah dalam surat Al Baqarah ayat 177 :
1. Orang yang mantap keimanannya
Keimanan yang mantap dan istiqomah merupakan benteng yang kuat dan kokoh dengan menepis tantangan arus globalisasi dan pengaruh yang ingin menghancurkan ummat Islam semakin berat, hanya dengan keimanan yang kokoh kita bisa bertahan.

2. Orang yang mempunyai kepedulian sosial
Ibadah Shaum (puasa) untuk memberikan isyarat secara tidak langsung agar kita mempunyai kepedulian terhadap sesama ummat Islam apalagi kepada saudara-saudara kita yang anak yatim, orang miskin, dan orang-orang yang kurang mampu, diakhir-akhir ini kita mendapatkan kondisi ummat yang cukup memprihatinkan sebagai akibat dari krisis multi ekonomi dan sosial politik yang kita hadapi.

3. Mendirikan shalat
Pada prinsipnya shalat telah diyakini oleh ummat Islam sebagai ibadah yang sangat prinsip dan menentukan keislaman seseorang, tapi kadang-kadang manusia dikendalikan hawa nafsu, sehingga banyak ummat Islam yang melalaikan shalat, bahkan tidak ada yang mengerjakan sama sekali, walaupun identitasnya Islam. Ibadah Shaum yang melatih dan membina hawa nafsu kita, semoga saja dapat mengarahkan kita kepada yang lebih baik dan menjaga shalat kita.

4. Membayar zakat
Zakat merupakan rukun Islam yang belum dapat dikelola dengan baik, padahal zakat merupakan potensi yang sangat baik untuk memperbaiki kondisi ummat terutama dalam krisis yang sedang melanda, sekiranya terkelola dengan baik bisa saja zakat sebagai jaminan pengamanan sosial yang lebih baik dari program JPS, RLT atau Raskin sekarang ini. Dan berbagai macam subsidi.

5. Memenuhi janji
Setiap muslim melakukan perjanjian, baik kepada sesama manusia apalagi dengan Allah, minimal janji seseorang dengan Allah adalah syahadatnya berisi konsekuensi untuk mengamalkan semua tuntutan kewajiban kepada-Nya, maka dituntut untuk memenuhi janjinya sebagai tanda orang yang bertakwa.

6. Orang yang sabar
"Dan orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan, dan dalam peperangan."
Ibadah puasa melatih dan mendidik untuk selalu sabar, karena sabar merupakan kunci kesuksesan hidup di dunia, orang sabar mengendalikan emosinya dan tidak akan terlalu sedih dengan musibah yang menimpanya, sebaliknya orang yang tidak sabar akan gagal dalam menghadapi persoalan hidupnya, akhir ayat 177 surat Al Baqarah ini Allah mengingatkan mereka yang berkepribadian orang bertakwa tersebut dapat kita realisasikan dalam kehidupan kita.

Idul fitri adalah kemerdekaan diri pribadi, orang yang benar-benar dapat mengerjakan shiyam Ramadhan dengan keimanan dan kesadaran, maka dia akan kembali ke asal mula kejadiannya, dalam keadaan fithrah, suci bagaikan anak yang baru dilahirkan; "Setiap anak yang baru dilahirkan adalah dalam keadaan fithrah."

Orang yang berada dalam keadaan fithrah adalah orang bersih dari noda dan dosa. Kondisi ini akan mempengaruhi sikap dan perbuatannya. Manusia yang berkualitas adalah yang berada dalam keadaan fitrah, karena manusia yang berada dalam keadaan suci bersih mampu memfungsikan akal fikirannya untuk menjaga, mengimbangi dan mengendalikan gejolak hawa nafsu, sehingga jiwanya jadi bersih dan dapat menghindarkan diri dari segala kejahatan, keburukan serta maksiat dan menciptakan kehidupan yang damai, aman, tenteram, adil dan makmur sebagai didambakan oleh ummat manusia.


Penulis : Nofrizal Nawawi.
Dikutip dari : Buletin Cahaya, Nomor 36 Tahun Ke-14 08 Syawal 1431 H / 17 September 2010 M.
Diterbitkan oleh : Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Selatan (PWM SumSel).
Selengkapnya...

Ensiklopedi - Ukhuwah Islamiah

Ukhuwah artinya saudara.
Ukhuwah islamiah saudara sesama Islam, merupakan rasa persaudaraan yang didasari oleh kesamaan iman dan pedoman hidup secara islam.

Firman Allah dalam surat Al Hujurat ayat 10 : "Orang-orang yang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat."

Dengan ukhuwah islamiah hilang segala perbedaan, warna kulit, suku, asal dan kedudukan, tidak ada beda antara orang Arab dan bukan Arab, yang membedakan hanya ketakwaan kepada Allah.

Orang beriman wajib menjaga rasa persaudaraannya, ibadah-ibadah dalam Islam seperti shalat, zakat, puasa dan haji salah satu rahasia dan hikmahnya yang terkandung dalamnya adalah memperkuat ukhuwah islamiah.

Persaudaraan orang islam sesama islam bagaikan sebuah bangunan yang berdiri kokoh satu sama lainnya saling menguatkan dan saling membutuhkan, rasa kasih sayang, hubungan baik dan sopan santun satu sama lainnya, kalau dapat kata Rasulullah SAW hendaknya bagaikan sebatang tubuh, bila mana ada bagian tubuh yang sakit, maka seluruh tubuh akan merasa terganggu, sebagaimana dijelaskan dalam hadist pilihan berikut.


Orang Beriman Bagaikan Tubuh Manusia
"Dari Nu'man bin Basyir yang diredhai Allah keduanya, dia berkata : telah bersabda Rasulullah SAW; Perumpamaan orang beriman dalam kasih sayang mereka dan hubungan baik antara mereka seperti tubuh, apabila ada bagiannya terganggu (sakit), maka seluruh tubuh akan merasakan terganggu dan merasa sakit." (HR. Bukhari - Muslim).


Dikutip dari : Buletin Cahaya, Nomor 37 Tahun Ke-14 15 Syawal 1431 H / 24 September 2010 M.
Diterbitkan oleh : Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Selatan (PWM SumSel).
Selengkapnya...

Tilawatil Quran dan keutamaannya

"...Bulan Ramadhan, bulan yang didalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu, dan pembeda antara yang hak dengan yang batil." (QS. Al Baqarah : 185)

Perbedaan Waktu Turunnya (Nuzul) Al Quran :
Ada Ulama yang meyakini Al Quran diturunkan pada 17 Ramadhan dan ada pula pada "Lailatul Qadar" (malam kemuliaan). Dan "Lailatul Qadar" dinyatakan Rasulullah SAW terjadi pada 10 hari terakhir Ramadhan, yang pada malam-malam ganjil.
Mana yang benar? Wallahu'alam Bishshawab.
Yang jelas berdasarkan firman Allah surat Al Baqarah ayat 185, Al Quran diturunkan pada bulan Ramadhan.

Sejarah Al Quran
Ketika Rasulullah SAW wafat, ayat-ayat Al Quran belum terkumpul. Masih menjadi hafalan para "Hafiz", dan ada pula ditulis di kulit-kulit binatang, pelepah korma dan lain sebagainya.
Pengumpul ayat-ayat Al Quran pada pemerintahan Khalifah Abu Bakar Siddiq, atas usul Umar bin Khatab, karena sudah banyak penghafal Al Quran yang wafat. Terutama ketika Perang Yamamah pada tahun 12 Hijriyah, yakni perang melawan kelompok Islam yang murtad pengikut Musallamah al-Kazzab. Waktu itu 70 orang penghafal Al Quran terbunuh (syahid).
Tersusun lengkap seperti Al Quran sekarang di zaman Khalifah Usman bin Affan.

Keutamaan Al Quran
Membacanya (tilawah) saja berpahala. Apalagi menghayati serta mengaplikasikannya dalam kehidupan. Karena Al Quran berisi kandungan petunjuk bagi manusia.
Sampai saat ini Al Quran masih terjamin keaslian dan kesuciannya.

Mari kita jadikan Al Quran sebagai pedoman hidup, sehingga terwujudnya keluarga-keluarga yang "Qurani".


Penulis : H. Muazim Syair.
Dikutip dari : Buletin Cahaya, Nomor 37 Tahun Ke-14 15 Syawal 1431 H / 24 September 2010 M.
Diterbitkan oleh : Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Selatan (PWM SumSel).
Selengkapnya...

Melestarikan semangat ramadhan

"Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syetan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu." (QS. Al Baqarah : 208).

Hari kemenangan Idul Fitri I Syawal 1431 H baru saja berlalu. Gemuruh suara takbir, tahmid dan tahlil yang membahana dari pelosok desa sampai ke kawasan kota masih terngiang di telinga kita. Saat ini pun kita masih dalam suasana silaturahmi, bergembira bersama keluarga, handai tolan, sahabat dan teman seprofesi serta sekantor. Semuanya ini pertanda kita baru saja kembali dari peperangan melawan hawa nafsu dan isnya Allah kita termasuk orang yang beruntung meraih predikat muttaqin (orang yang bertakwa).

Berhasil tidaknya kita meraih predikat muttaqin tentu Allah-lah yang menentukan. Lantas bagaimana tanda orang yang berhasil dalam ibadah puasanya? Hal ini bisa diliat dari ibadahnya kepada Allah SWT dan akhlaknya seusai Ramadhan. Jika ibadahnya meningkat dan prilakunya semakin baik ia termasuk orang yang berhasil. Tetapi sebaliknya jika tidak ada perubahan atau bertambah jauh dari-Nya, dan masih berbuat hal-hal yang dilarang Allah, itulah orang yang merugi. Rasulullah SAW telah memperingatkan kita lewat sabdanya : "Betapa banyak orang berpuasa, tapi ia tidak memperoleh apa-apa dari puasanya itu kecuali lapar dan haus."

Sesungguhnya dalam diri manusia itu terdapat beberapa fitrah. Di antaranya fitrah beragama (mentauhidkan Allah), fitrah sosial (bermasyarakat), fitrah bersusila dan berakhlak mulia, fitrah bermartabat tinggi serta fitrah kesucian. Fitrah keagamaan dimulai dari sejak ia berada dalam rahim ibunya. Ketika roh ditiupkan Allah, Si janin sudah berjanji Tuhannya adalah Allah SWT; (QS. Al A'raaf : 172). Janji atau ikrar ini yang sering dilupakan manusia sehingga ia sering "menuhankna" selain-Nya. Selama Ramadhan manusia ditempa untuk mengingat janji dan ikrar tersebut.

Begitu pula dengan fitrah sosial. Selama Ramadhan kita dilatih sehingga suka berinfaq, bersedekah kepada mereka yang tak mampu. Diharapkan kepedulian sosial ini juga terus berlanjut. Selama Ramadhan kita dilatih mengendalikan hawa nafsu, memperbaiki susila dan akhlak. Setiap manusia diciptakan Allah sebagai makhluk bermartabat tinggi. Berbeda dengan binatang yang hanya diberi nafsu tapi tidak diberi akal. Tetapi kadang-kadang manusia lupa, nafsunya lebih berkuasa dibanding akalnya. Akibatnya manusia diperbudak hawa nafsu. Hal inilah yang dikendalikan selama Ramadhan. Dan seusai Ramadhan seyogyanya masih berkelanjutan.

Sedangkan fitrah kesucian dapat diraih bila mereka menunaikan ibadah puasa Ramadhan dengan baik sesuai tuntutan Allah dan Rasul-Nya, Rasul bersabda : "Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan dengan penuh keikhlasan karena Allah, dan penuh perhitungan, maka akan diampuni segala dosanya." Tentu orang yang tidak berdosa akan menjadi suci. Suci seperti anak yang baru lahir.

Mari kita lestarikan "Semangat Ramadhan" selama hayat masih di kandung badan. Kita harus komitmen dalam beragama. Kalau selama Ramadhan kita rajin dan taat beribadah kepada Allah SWT, pasca Ramadhan hendaknya demikian pula. Bahkan kalau bisa lebih dari itu. Mari kita aplikasikan hasil latihan sebulan penuh dalam keseharian kita.

Baik dalam memelihara hubungan dengan Allah maupun dengan sesama manusia. Peliharalah kesucian yang telah kita raih karena belum tentu kita akan bertemu lagi dengan Ramadhan yang akan datang. Hanya Allah-lah yang mengetahui segala-galanya tentang kehidupan kita.

Oleh karena itu mari lestarikan "Semangat Ramadhan". Kita amalkan Islam secara menyeluruh (kaffah).


Penulis : HM. Syair.
Dikutip dari : Buletin Cahaya, Nomor 37 Tahun Ke-14 15 Syawal 1431 H / 24 September 2010 M.
Diterbitkan oleh : Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Selatan (PWM SumSel).
Selengkapnya...