Senin, 11 Oktober 2010

Melestarikan semangat ramadhan

"Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syetan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu." (QS. Al Baqarah : 208).

Hari kemenangan Idul Fitri I Syawal 1431 H baru saja berlalu. Gemuruh suara takbir, tahmid dan tahlil yang membahana dari pelosok desa sampai ke kawasan kota masih terngiang di telinga kita. Saat ini pun kita masih dalam suasana silaturahmi, bergembira bersama keluarga, handai tolan, sahabat dan teman seprofesi serta sekantor. Semuanya ini pertanda kita baru saja kembali dari peperangan melawan hawa nafsu dan isnya Allah kita termasuk orang yang beruntung meraih predikat muttaqin (orang yang bertakwa).

Berhasil tidaknya kita meraih predikat muttaqin tentu Allah-lah yang menentukan. Lantas bagaimana tanda orang yang berhasil dalam ibadah puasanya? Hal ini bisa diliat dari ibadahnya kepada Allah SWT dan akhlaknya seusai Ramadhan. Jika ibadahnya meningkat dan prilakunya semakin baik ia termasuk orang yang berhasil. Tetapi sebaliknya jika tidak ada perubahan atau bertambah jauh dari-Nya, dan masih berbuat hal-hal yang dilarang Allah, itulah orang yang merugi. Rasulullah SAW telah memperingatkan kita lewat sabdanya : "Betapa banyak orang berpuasa, tapi ia tidak memperoleh apa-apa dari puasanya itu kecuali lapar dan haus."

Sesungguhnya dalam diri manusia itu terdapat beberapa fitrah. Di antaranya fitrah beragama (mentauhidkan Allah), fitrah sosial (bermasyarakat), fitrah bersusila dan berakhlak mulia, fitrah bermartabat tinggi serta fitrah kesucian. Fitrah keagamaan dimulai dari sejak ia berada dalam rahim ibunya. Ketika roh ditiupkan Allah, Si janin sudah berjanji Tuhannya adalah Allah SWT; (QS. Al A'raaf : 172). Janji atau ikrar ini yang sering dilupakan manusia sehingga ia sering "menuhankna" selain-Nya. Selama Ramadhan manusia ditempa untuk mengingat janji dan ikrar tersebut.

Begitu pula dengan fitrah sosial. Selama Ramadhan kita dilatih sehingga suka berinfaq, bersedekah kepada mereka yang tak mampu. Diharapkan kepedulian sosial ini juga terus berlanjut. Selama Ramadhan kita dilatih mengendalikan hawa nafsu, memperbaiki susila dan akhlak. Setiap manusia diciptakan Allah sebagai makhluk bermartabat tinggi. Berbeda dengan binatang yang hanya diberi nafsu tapi tidak diberi akal. Tetapi kadang-kadang manusia lupa, nafsunya lebih berkuasa dibanding akalnya. Akibatnya manusia diperbudak hawa nafsu. Hal inilah yang dikendalikan selama Ramadhan. Dan seusai Ramadhan seyogyanya masih berkelanjutan.

Sedangkan fitrah kesucian dapat diraih bila mereka menunaikan ibadah puasa Ramadhan dengan baik sesuai tuntutan Allah dan Rasul-Nya, Rasul bersabda : "Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan dengan penuh keikhlasan karena Allah, dan penuh perhitungan, maka akan diampuni segala dosanya." Tentu orang yang tidak berdosa akan menjadi suci. Suci seperti anak yang baru lahir.

Mari kita lestarikan "Semangat Ramadhan" selama hayat masih di kandung badan. Kita harus komitmen dalam beragama. Kalau selama Ramadhan kita rajin dan taat beribadah kepada Allah SWT, pasca Ramadhan hendaknya demikian pula. Bahkan kalau bisa lebih dari itu. Mari kita aplikasikan hasil latihan sebulan penuh dalam keseharian kita.

Baik dalam memelihara hubungan dengan Allah maupun dengan sesama manusia. Peliharalah kesucian yang telah kita raih karena belum tentu kita akan bertemu lagi dengan Ramadhan yang akan datang. Hanya Allah-lah yang mengetahui segala-galanya tentang kehidupan kita.

Oleh karena itu mari lestarikan "Semangat Ramadhan". Kita amalkan Islam secara menyeluruh (kaffah).


Penulis : HM. Syair.
Dikutip dari : Buletin Cahaya, Nomor 37 Tahun Ke-14 15 Syawal 1431 H / 24 September 2010 M.
Diterbitkan oleh : Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Selatan (PWM SumSel).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar