Selasa, 05 Oktober 2010

Mencari rezeki yang halal

"Apabila ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka bumi, dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung." (QS. Al Jumu'ah : 10)

Mencari rezeki adalah suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh semua manusia, karena hal itu berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan hajat hidup seseorang. Dalam mencari rezeki, agama memberikan yang bersifat mutlak dan harus diperhatikan, agama memerintahkan bahwa rezeki yang dicari harus diikuti dan ditaati oleh seseorang. Apalagi proses mencari rezeki berkaitan langsung dengan hubungan kemanusiaan, dimana dalam hubungan itu sikap saling membutuhkan dan menguntungkan harus terbina dengan baik.

Ketika mencari rezeki, jasad lahiriyah (anggota tubuh) merupakan media utama yang dapat diamati secara langsung, dan semua aspeknya anggota tubuh itulah yang memberikan gambaran bagaimana kesungguhan keikhlasan, tanggung jawab dan kejujuran seseorang dalam melakukan pekerjaan. Ketika dikaji lebih mendalam bahwa ada peran unsur ruhani yang lebih dominan ketimbang sesuatu yang tampak dari pandangan mata.

Inilah keseimbangan yang menjadi ciri khas dan manhaj islam, yaitu : keseimbangan antara tuntutan kehidupan dunia yang terdiri dari pekerjaan, kelelahan, aktivitas dan usaha dengan proses ruh yang mengasingkan diri dari suasana yang menyibukkan dan melalaikan itu disertai dengan konsentrasi hati dan kemurnian dan berzikir. Hal ini sangat penting bagi kehidupan hati dimana tanpanya hati tidak akan memiliki hubungan, menerima dan menunaikan beban-beban amanat yang besar itu.

Jadi, zikir kepada Allah SWT disela-sela aktivitas mencari rezeki dan penghidupan, dan merasakan kehadiran Allah didalamnya. Itulah yang mengalihkan aktivitas kehidupan kepada ibadah. Namun sesungguhnya (bersama dengan itu) masih harus pula menyediakan waktu khusus untuk melakukan kegiatan berzikir, melepaskan diri dari segala aktivitas, memurnikan niat hati sebagaimana diisyaratkan ayat diatas.

Irak Bin Malik ra. bila telah selesai shalat Jum'at, dia segera bangkit pulang dan di depan pintu dia berhenti untuk berdo'a : "Ya, Allah, sesungguhnya aku telah memenuhi panggilan-Mu, Telah aku laksanakan shalat yang menjadi kewajibanku dari-Mu. Dan aku pun hendak bertebaran dimuka bumi sebagaimana Engkau perintahkan. Maka anugerahkanlah rezeki kepadaku dan karunia-Mu, dan Engkaulah sebaik-baik pemberi rezeki." (Riwayat Ibnu Abi Hatim)

Gambaran ini melukiskan kepada kita betapa Irak melaksanakan perintah itu dengan sungguh-sungguh, dengan penuh kesederhanaan. Kesadaran yang sungguh-sungguh, jelas dan sederhana ini, itulah yang mengangkat kemunitas sahabat kepada kedudukan yang diraihnya, walaupun bersama dengan itu masih ada bekas-bekas daya tarik jahiliyah dan diri mereka, sebagaimana yang tergambar dari ayat terakhir dari surah ini, yang artinya : "Apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju kepadanya dan mereka tinggalkan kamu sedang berdiri (khutbah). Katakanlah, apa yang ada disisi Allah adalah lebih baik daripada permainan dan perniagaan. Allah sebaik-baiknya pemberi rezeki." (QS. Al-Jumu'ah : 11)

Jabir ra. berkata : "Ketika kami sedang menunaikan shalat (Jum'at) bersama Rasulullah, tiba-tiba datanglah kafilah dagangan yang membawa makanan, maka orang-orang pun menuju kepadanya, sehingga tidak tersisa lagi bersama Rasulullah melainkan hanya ada dua belas orang, diantaranya Abu Bakar dan Umar ra. Maka turunlah ayat ke 11 diatas". Pada ayat ini terdapat isyarat bagi mereka bahwa semua yang ada disisi Allah adalah lebih baik dari permainan dan perdagangan. Ia juga mengandung peringatan bagi mereka bahwa sesungguhnya rezeki itu dari Allah SWT semata-mata.

Bagi seseorang yang betul-betul beriman, mereka menyakini bahwa Allah SWT tidak akan melupakannya. Janji Allah SWT bahwa Dia (Allah) akan mendatangkan rezeki itu dari segala penjuru dan jalan yang tidak diduga, menjadikan mereka lebih optimis meraih kebahagiaan dunia dan akherat. Ketika bekerja kesungguhannya akan nampak dari mekanisme dan semangat yang ia miliki, dan manakala panggilan untuk ibadah mengumandangkan (Azan), maka mereka akan meninggalkan sejenak pekerjaannya untuk memenuhi panggilan itu.

Manakala bekerja pun ketekunan, kejujuran, keikhlasan dan kedisiplinan akan tampak dalam diri mereka, sebagai buah manifestasi iman yang ada di dalam dadanya. Ketika ia menerima uang diluar pendapatan rutinnya, maka ia akan menelaah itu halal atau haram. Kesadaran mereka begitu tinggi, sehingga mereka menyadari bahwa rezeki yang tidak halal sesungguhnya akan berpengaruh pada watak dan kepribadian anak-anaknya ketika uang ini dijadikan barang konsumsi.


Penulis : MR. Solihin.
Dikutip dari : Buletin Cahaya, Nomor 18 Tahun Ke-14 22 Jumadil Awal 1431 H / 7 Mei 2010 M.
Diterbitkan oleh : Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Selatan (PWM SumSel).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar