Kamis, 11 November 2010

Sombong sifat syaithoniyah

"Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong. Karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan setinggi gunung." (QS. Al Israa : 37)

Sombong merupakan sifat yang melekat erat pada makhluk yang bernama syaithon/iblis. Dengan sifat itu ia menolak perintah Allah SWT untuk sujud kepada Nabi Adam. Si Iblis merasa dirinya adalah lebih baik dari Adam ditinjau dari unsur penciptaannya. Dan karena sifat itulah makhluk laknatullah itu terusir dari surga serta terancam siksa jahannam selamanya.

Dan sekian banyak jenis sifat mazmunah yang ada dalam hati manusia, ternyata sombong adalah salah satu sifat yang dominan disamping sifat iri dan hasut. Ketika seseorang merasa bahwa dirinya lebih dari orang lain dalam satu atau banyak hal, maka itu termasuk sombong, kecil besarnya perasaan itu muncul dalam hati hanya individu itu yang tahu. Namun dalam kasat mata prilaku sombong dapat diamati terutama dalam pembicaraan/tutur kata seseorang.

Ada seseorang yang ketika berbicara, suka menonjolkan kelebihan-kelebihan dirinya pada orang lain, karena ia merasa telah berhasil dalam sesuatu pekerjaan(jabatan) atau meraih keberhasilan secara ekonomi. Yang aneh tanpa diminta pun ia akan menceritakan kelebihan-kelebihannya pada orang lain. Orang sombong seringkali melihat orang lain tidak seperti dirinya. Ketika orang lain menggantikan jabatannya, maka yang keluar dari lisannya adalah cemoohan dan selalu membandingkan dengan keberhasilan dirinya pada periode sebelumnya. Semua kebijakan yang dilakukan pejabat baru selalu dikritik dan tidak mendapat apresiasi yang membanggakan darinya.

Dibagian lain, ada orang sombong yang selalu menceritakan kekayaan atau keberhasilannya, anak-anaknya dalam segi materi. Ia selalu mempertontonkan kemampuannya untuk memberi barang-barang mewah, mengadakan acara dengan mengeluarkan uang puluhan juta. Ketika tidak ada orang yang menyaksikan di saat ia membeli barang-barang mewah itu, maka ia akan memperbincangkannya dalam setiap pertemuan. Yang aneh lagi bahwa orang-orang semacam ini selalu bercerita kepada mereka yang tidak selevel dengan dirinya. Pernahkah mereka membayangkan sakitnya/ciutnya hati si miskin ketika mendengarkan itu semua.

Bukan tidak mungkin, mereka yang mendapatkan perlakuan tidak mengenakkan dari orang-orang yang berwatak sombong, kemudian berpikir negative, umpamanya: alangkah tidak enaknya menjadi orang miskin, dan mana si sombong memperoleh hartanya(menduga-duga), Allah SWT tidak adil, apa yang dilakukan untuk mendapatkan kekayaan dan seribu satu macam pikiran yang dapat menggiringnya pada kesesatan/kemusyrikan.

Pada saat dimana mereka berada dilingkungan orang-orang yang lebih berhasil atau berpunya dari dirinya, maka dengan sendirinya sifat sombong itu memudar berganti dengan sifat rendah diri, sebagaimana orang tidak punya berhadapan dengan dirinya. Kalau sifat sombong tertanam begitu kuat dalam diri seseorang, maka keberadaannya ditengah orang-orang berpangkat atau kaya akan semakin meningkatkan kadar kesombongannya, ia berpikir bahwa tidak semua orang seperti dirinya yang mempunyai teman atau relasi orang-orang berpangkat serta kaya.

Seseorang yang taat menjalankan ibadah sekalipun, kalau tidak hati-hati akan terjerumus dalam sifat ini. Karena tingginya kualitas dan kuantitas ibadahnya, maka ia merasa bahwa ia adalah orang yang paling alim dari kebanyakan manusia. Ia adalah orang yang paling baik, taat dalam menjalankan perintah Allah SWT, dan jauh dari kesalahan-kesalahan. Disadari atau tidak, sifat demikian sesungguhnya bagian dari sifat sombong.

Ayat diatas merupakan cerminan bahwa perilaku sombong tidak pantas dimiliki oleh manusia yang dhoif. Kalimat "Tidak dapat menembus bumi dan tidak akan setinggi gunung" pada ayat di atas menggambarkan bahwa ada keterbatasan manusia dalam segala hal, dan ini menunjukkan kelemahan manusia. Patutkah sifat sombong dimiliki oleh makhluk yang banyak kelemahan, seharusnya kesombongan hanya menjadi milik zat yang menguasai kehidupan dan segala sesuatunya.

Belajar dari seekor burung merak, yang ketika tidak ada yang memperhatikannya, maka sayapnya yang indah terkatup rapat, sungguh berbeda ketika banyak pengunjung yang memperhatikannya, maka gemerlap keindahan bulu sayapnya terkembang. Alangkah indahnya jika ketika kita memiliki kelebihan dalam banyak hal, mulut kita menutup rapat dan keinginan untuk membangga-banggakan diri. Walaupun lisan diam, ketika kita berhasil dalam sesuatu/banyak hal maka masyarakat akan tahu dengan keberhasilan kita itu, dan mereka yang patut menilainya. Itulah indahnya diam.


Penulis : MR. Sholihin.
Dikutip dari : Buletin Cahaya, Nomor 23 Tahun Ke-14 29 Jumadil Akhir 1431 H / 11 Juni 2010 M.
Diterbitkan oleh : Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Selatan (PWM SumSel).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar