Senin, 07 Juni 2010

Watak yang merusak kehidupan

"Dan diantara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya, padahal ia adalah penantang yang paling keras." (QS. Al Baqarah : 204).

Dalam surat Al Baqarah ayat 204 diatas, Allah menyatakan tentang watak-watak manusia yang merusak tatanan kehidupan bermasyarakat. Paling tidak ada empat macam watak yang merusak itu, yakni :

1. Menanam Tebu di bibir.
Watak yang pertama ialah selalu bermulut manis. Apa yang diucapkannya sangat mempesona, kata-katanya mengagumkan, membuat orang yang mendengarnya "terpukau" dan tertarik bahwa ia adalah orang yang baik hati, yang senantiasa berbuat baik, mendahulukan kepentingan masyarakat dari kepentingan pribadinya. Tetapi pada hakikatnya adalah seperti kata fameo "lain di bibir lain di hati". Menurut istilah agama orang berwatak yang sedemikian disebut "munafik".

2. Berkata selalu menyebut nama Allah.
Watak yang kedua ini berkata atas nama Allah untuk memperkuat ucapannya, sanggup bersumpah "Demi Allah". Apa yang saya ucapkan ini didengar dan diketahui oleh Allah sehingga bertambah mantaplah kepercayaan orang lain kepadanya. Di tinjau dari sudut kejiwaan, orang yang selalu merasa perlu membawa-bawa atas nama Allah untuk memperkuat suatu keterangan yang diberikannya, padahal ia sudah mempunyai pra rasa (Voorgevcel), dia sendiri sudah merasakan bahwa apa yang diucapkannya itu tidak dapat dipercayai. Bahkan hal itu adalah satu ciri dari tidak percaya dengan diri sendiri.

Bagaimanakah seseorang hendak mencoba menyakinkan orang lain, sedang yang bersangkutan tidak percaya kepada dirinya sendiri. Mereka yang suka mempermudah-mudahkan menyebut nama Allah untuk kepentingan pribadi, golongan, kelompok, partai dan lain lain adalah suatu penipuan diri sendiri, hal ini dinyatakan Allah dala QS. Al Baqarah : 9, yang artinya sebagai berikut : "Mereka hendak menipu Allah dan menipu orang-orang yang beriman. Mereka (sebenarnya) adalah menipu diri sendiri, sedang mereka tidak sadar."

3. Merusak sawah ladang
Dari watak yang pertama dan kedua tersebut, maka mereka tidak segan-segannya melakukan kerusakan. Pada ayat berikutnya kalimat "Wayuhlikal hartsa wannasla" (merusak sawah ladang dan ternak). Ini merupakan kata kata Methapora (kiasan) yaitu merusak sawah ladang dan ternak, pada hakikatnya mengadakan kerusakan dimuka bumi mulai dari perkataan yang dusta sampai perilaku kekejaman atau perbuatan zalim.

Sebagian ahli tafsir, menjelaskan arti Al Hartsa (sawah ladang) adalah wanita, An Nasla (binatang ternak) adalah anak-anak. Pengertian yang terkandung didalamnya ialah kerusakan kehormatan kaum wanita yang dijadikan permainan dan anak-anak dibiarkan berbuat brutal karena kemerosotan akhlak. Dan kalimat "Wa iza tawalla" (apabila berpaling), maksudnya apabila mereka yang berwatak seperti ini memegang kekuasaan akan terjadi tindak kekejaman, merampas hak rakyat, akhirnya akan terjadi pertumpahan darah karena rakyat yang sering disakiti akan mengadakan perlawanan.

4. Tidak mau ditegur atau dinasehati
Watak yang keempat ini termasuk golongan orang yang tinggi hati, tidak mau ditegur atau dinasehati, tidak merasa bersalah walaupun mereka terang-terangan melakukan kesalahan. Lanjutan ayat tersebut "Wa iza qi la lahut taqillaha akhoztnul 'izzatu bil itsmi" Apabila dikatakan kepada mereka; Bertaqwalah kepada Allah (sebagai nasihat) maka (timbul) kesombongannya yang membawanya berbuat dosa.

Kesimpulannya yang merusak tatanan hidup bermasyarakat adalah orang yang mempunyai watak watak, menanamkan tebu di bibir alias munafik, selalu menyebut nama Allah padahal dusta, menjadi pejabat menindas rakyat, tinggi hati, tidak menerima nasihat kebenaran. Jadi apabila Allah menjelaskan dalam QS. Ar Rum : 41 "Telah nyata kerusakan di darat dan di laut oleh karena tangan manusia. Supaya mereka merasakan ujian (dari) Allah sebagian dari mereka (sebab-akibat) dari perbuatan manusia, agar mereka kembali (kejalan yang benar)." Dengan kata lain bagi mereka yang tidak berwatak yang empat macam tersebut, tidak termasuk yang membuat kerusakan.


Penulis : H.A. Suhaimi Usman
Dikutip dari : Buletin Cahaya, Nomor 22 Tahun Ke-13 4 Rajab 1430 H / 29 Mei 2009 M.
Diterbitkan oleh : Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Selatan (PWM SumSel).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar